Home » , » Ironi Pencegahan HIV/AIDS

Ironi Pencegahan HIV/AIDS

Akibat Intim Dengan Sejenis alias AIDS. Istilah itu dulu begitu populer dan menjadi horor bagi masyarakat dunia. Maklum, penyakit yang menggerogoti sistem imun tubuh itu pertama-tama ditemukan pada pelaku homoseksual. Penyakit mematikan itu belum ditemukan obatnya hingga kini. Tak heran, kampanye pencegahan HIV/AIDS terus digencarkan.

Apalagi, kini penularan HIV/AIDS tak sekadar akibat hubungan intim dengan sejenis, melainkan sudah mendera “orang-orang tak berdosa”. Seperti istri/suami oleh pasangan sahnya atau bayi oleh ibunya. Makanya, salah satu isu kampanye pencegahan HIV/AIDS adalah penghapusan berbagai bentuk diskriminasi perlakuan terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Propaganda ini bertujuan untuk menghilangkan stigma negatif bahwa ODHA pasti para pelaku maksiat.

Atas dasar ini, maka para ODHA hendaknya diperlakukan sama sebagai manusia. Harus dirangkul, jangan dikucilkan dan masyarakat kudu berbaur dengan mereka. Bahkan, rumah sakit-rumah sakit yang kedatangan para pasien ODHA tak boleh lagi memisahkan ruang perawatannya dengan pasien penyakit umum lainnya.

Di sinilah ironinya. Maunya mencegah penularan HIV/AIDS, tapi malah membuka peluang terjadinya penularan HIV/AIDS secara cepat. Sudah jelas ini penyakit menular, kok malah disuruh berinteraksi dengan mereka. Sudah jelas ini penyakit mematikan, kok malah tidak dikarantina. Memang, berinteraksi ?dengan ODHA sekadar salaman bisa jadi tak sampai menularkan virus HIV. Sebab penularan
HIV yang paling efektif adalah melalui hubungan seks atau jarum suntik yang terinveksi virus HIV. Tapi, apakah ada jaminan 100 persen aman bila pasien HIV/AIDS berbaur dengan pasien penyakit lain atau orang sehat?

Bandingkan dengan pasien flu burung yang diisolasi sedemikian rupa. Bahkan ketika sudah meninggal dunia, semua pengantar jenazahnya wajib memakai masker. Padahal, penularan antarmanusia belum terbukti, kecuali penularan dari ayam yang terinveksi virus H5N1 kepada manusia. Tapi, untuk kasus flu burung, mengapa tak disebut sebagai bentuk perlakuan diskriminasi? ?Mungkin juga benar, tak semua ODHA pelaku maksiat. Namun, toh mereka terinveksi virus HIV dari orang-orang yang dahulu juga pelaku maksiat. Seperti istri/suami dari pasangan yang mantan pecandu narkoba atau pasangan yang dulu suka gonta-ganti pasangan, dll.

Jadi, kalau ditelusuri, maka perilaku maksiat yang melanggar tatanan Allah Swt itulah yang menjadi sumber munculnya HIV/AIDS. Karena itu, tinggalkan kemaksiatan! Dan bagi ODHA, sudah selayaknya sebagai wabah mematikan, mereka dikarantina. Tentu tetap dengan diberikan hak-hak hidupnya secara layak. Demikianlah solusi Islam.

sumber: Gaulislam.com

0 comments:

Post a Comment

Subcribe Me

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Buku Tamu

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. HIMA SEJARAH UR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger